PERBANDINGAN PEREKONOMIAN DI ERA SBY DAN JOKOW
Pemerintahan
SBY (2004-2014)
Pada pemerintahan SBY kebijakan
yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga
Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin
akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau
masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada
sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam
kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai
mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.
Bank Indonesia (BI) memperkirakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan
meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
Pada
periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat
kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
1. BI rate
2. Nilai tukar
3. Operasi moneter
4. Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan
likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.
Selama 7 tahun pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa pengamat ekonomi bahkan berpendapat kekuatan
ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4 raksasa kekuatan baru
perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC (Brazil, Rusia, India, dan
China).
Kelebihan dan kekurangan perkembangan
ekonomi di pemerintahan SBY diantaranya :
Kelebihan
:
• Harga BBM diturunkan hingga 3 kali
(2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
• Perekonomian terus tumbuh di atas 6%
pada tahun 2007 dan 2008, tertinggi setelah orde baru.
• Cadangan devisa pada tahun 2008 US$
51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
• Menurunnya Rasio hutang negara
terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004 menjadi 34% pada tahun 2008.
• Pelunasan utang IMF.
• Terlaksananya program-program
pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM Mandiri, dan KUR tanpa
agunan tambahan yang secara otomatis dapat memperbaiki tinggkat ekonomi rakyat.
• Pengangguran terus menurun. 9,9% pada
tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008.
• Menurunnya angka kemiskinan dari
16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun 2008.
• Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh
pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang
terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.
• Perekonomian Indonesia mampu bertahan
dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa
Kekurangan :
• Jumlah utang negara tertinggi
sepanjang sejarah yakni mencapi 1667 Triliun pada awal tahun 2009 atau 1700
triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang terbesar sepanjang
sejarah.
• Tingkat pengeluaran untuk
administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15% pada tahun 2006
.menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya public.
• Konsentrasi pembangunan di awal
pemerintahannya hanya banyak berpusat di aceh, karena provinsi aceh telah di
porak porandakan oleh bencana alam stunami pada tahun 2004.
• Masih gagalnya pemerintah
menghapuskan angka pengangguran dan kemiskinan di negeri ini.
• Dianggap belum mampu menyelesaikan
masalah bank CENTURY
Pemerintahan
Jokowi (2015-Sekarang)
Perkembangan Ekonomi di
Pemerintahan Indonesia Jokowi- JK (Sekarang) Tantangan yang dihadapi Presiden
terpilih Joko Widodo alias Jokowi di bidang ekonomi tidak mudah. Salah satu rangkuman
diskusi tentang Ekonomi Indonesia di Era yang diselenggarakan oleh Freedom
Institute bersama Friedrich Naumann Stiftung fur die Freiheit pada Senin, 1
September 2014. Dua ekonom muda tampil sebagai pembicara dalam diskusi ini.
Yang pertama, Dr. Ari A Perdana dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) dan Dr. I Kadek Dian Sutisna Artha dari LPEM UI.Diskusi
dimoderatori oleh Ulil Abshar Abdalla. Perdana menyebut sejumlah tantangan
krusial yang dihadapi pemerintahan Jokowi, misalnya mengungarngi subsidi BBM
agar tersedia ruang fiskal yang cukup bagi pemerintahan mendatang untuk
membiayai sejumlah rencana besar yang diniatkan JokowiKondisi ekonomi Indonesia
di era SBY 2004-2014 tidak jelek dibandingkan dengan keadaan ekonomi di kawasan
Asia atau dunia pada umumnya. Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi selama sepuluh tahun berturut-turut.
Sepanjang tahun 2014, pertumbuhan
ekonomi Indonesia melemah menjadi 5.1 % jauh di bawah pertumbuhan ekonomi pada
tahun sebelumnya yaitu 5.8 %. Nilai ekspor Indonesia hingga periode November
2014 dengan niai sebesar US$ 161.67 milyar mengalami penurunan sebesar 2.36 %
jika dilihat dari periode yang sama tahun 2013. Turunnya nilai ekspor tersebut
turut dipengaruhi oleh turunnya permintaan dan harga komoditas global serta
pembatasan ekspor mineral mentah. Indonesia dengan kepemimpinan yang baru di
bawah Presiden Joko Widodo, tentu saja diharapkan dapat membawa perubahan
khususnya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik yang tidak hanya dirasakan oleh
kelompok/golongan tertentu tetapi juga dirasakan oleh seluruh lapisan
masyarakat Indonesia.
Menlu RI dalam Pernyataan Pers
Tahunan tahun 2015 menyatakan bahwa berdasarkan visi dan misi Presiden Jokowi,
politik luar negeri Indonesia akan diprioritaskan kepada menjaga kedaulatan
Indonesia dengan memfokuskan kepada diplomasi perbatasan; peningkatan
perlindungan terhadap WNI dan BHI; serta peningkatan diplomasi ekonomi. Dalam
hal diplomasi ekonomi, Kemlu akan memprioritaskan kebijakannya pada peningkatan
diplomasi ekonomi yang berorientasikan pada kepentingan rakyat Indonesia. Hal
ini menjadikan Kemenlu melalui perwakilan Indonesia di luar negeri sebagai pelaksana
diplomasi ekonomi, yang diwakili oleh para diplomatnya harus dapat menjadikan
dirinya tidak hanya sebagai marketers, tetapi juga sebagai opportunity seekers
bagi berbagai peluang baik berupa perdagangan, turisme, serta investasi.
Diplomasi
ekonomi juga dapat diartikan sebagai upaya pemerintah beserta segenap pemangku
kepentingan yang terlibat dalam suatu kegiatan di bidang ekonomi, yang mencakup
perdagangan komoditas, investasi, pariwisata, ketenagakerjaan dan kerja sama
teknik yang bertujuan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat,
mendukung pembangunan nasional dan memajukan kepentingan Indonesia di kancah
global Peran perwakilan Indonesia sangat strategis dalam pelaksanaan diplomasi
ekonomi.
. Di bidang perdagangan,
diplomasi ekonomi Indonesia akan difokuskan pada upaya untuk membidik pasar non
tradisional bagi produk-produk ekspor dari Indonesia. Selama ini ekspor dari
Indonesia cenderung terfokus pada pasar-pasar tradisional seperti Jepang,
Amerika, Singapura, Taiwan, Korea serta negara-negara di kawasan di Eropa Barat
seperti Jerman, Belanda, Inggris, Perancis, serta Italia. Dengan tidak hanya
berorientasi pada pasar tradisional, pasar-pasar non tradisional seperti negara
non Uni Eropa; Skandianavia, Turki, Kanada, Meksiko, Swedia, Panama, Portugal,
serta Irlandia berpotensi bagi peningkatan nilai perdagangan dan investasi bagi
Indonesia. Negara-negara di kawasan Amerika Latin serta Eropa Timur dan Tengah
juga merupakan pasar alternatif bagi produk ekspor dari Indonesia. Presiden Jokowi
menyampaikan bahwa Indonesia akan terbuka bagi masuknya investasi dalam proyek
pembangunan 24seaport dan deep seaport; railway track dan railway network yang
menghubungan pulau-pulau terbesar di Indonesia; power plant untuk manufaktur
dan daerahdaerah industri serta pembuatan transportasi umum di sejumlah kota
besar di Indonesia; serta pembangunan sea toll dalam kerangka diplomasi
maritim.
Di bidang pariwisata, pada event World Economic Forum tahun 2013,
Indonesia memperoleh posisi ke-70 sebagai negara dengan daya saing pariwisata.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah RI terus berusaha untuk dapat memperbaiki
daya saing pariwisatanya dengan menargetkan posisi ke 30 pada tahun 2019. Pada
tahun 2014, bidang pariwisata berkontribusi sebesar 3.78% bagi perekonomian
nasional. Sedangkan devisa yang ikut disumbangkan dari sektor pariwisata adalah
sebesar US$ 10.69 miliar. Target kunjungan dari wisatawan mancanegara pada
tahun 2014 mampu memenuhi target dari pemerintah, yaitu sebesar 9.3 juta,
sedangkan jumlah wisatawan dari nusantara tercatat sebesar 251 juta.
Pemerintah Indonesia selama ini
menargetkan 19 negara sebagai fokus utama pariwisata Indonesia diantaranya
jepang, Korea Selatan, Rusia, Australia serta China. Tahun 2014 tercatat bahwa
ada 4 (empat) negara yang paling banyak melakukan kunjungan ke Indonesia,
yaitu: Singapura, Malaysia, Australia dan China. Pada tahun 2019, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menargetkan kontribusi pariwisata terhadap PDB
nasional akan menjadi 8%, devisa yang dihasilkan sebesar Rp 240 triliun, serta
menciptakan 13 juta lapangan kerja. Selain itu target kunjungan wisman
meningkat menjadi 20 juta wisatawan manca dan wisnus naik menjadi 275 juta,
serta daya saing pariwisata Indonesia akan meningkat berada di ranking 30 besar
dunia. Target ini tentunya akan tercapai jika ditunjang oleh pembangunan
infrastruktur serta konektifitas yang memadai sehingga akses untuk mencapai
tempat-tempat berpotensi wisata dapat diakses dengan mudah. Ketersediaan direct
flight menuju titik-titik utama pariwisata Indonesia juga merupakan hal yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan. Selain itu,
kebijakan pemerintah dengan pemberian Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) bagi
5 negara yakni; Australia, Jepang, Korea, China, dan Rusia yang mulai
diterapkan tahun 2015 merupakan salah satu trigger bagi meningkatnya jumlah
wisatawan dari negara tersebut sehingga target jumlah wisatawan mancanegara
yang telah ditetapkan pemerintah untuk 5 (lima) tahun mendatang akan dapat
tercapai.
Komentar
Posting Komentar